Bogor,
11 Juni 2020 - Bantuan sosial baik yang berupa bantuan langsung tunai atau paket
sembako--yang sudah diserahkan kepada beberapa warga di seluruh kabupaten Bogor
masih berbuah konflik. Warga yang menerima bantuan merasa bahwa bantuan yang
mereka terima tidak sepadan dengan yang dijanjikan. Mereka melayangkan protes
kepada aparat desa, dan juga tingkat terkecil yakni RT dan RW masing-masing.
Hal
ini diungkapkan oleh Ketua Jaringan Masyarakat Pendukung Jokowi Bogor Raya, Ali
Taufan Vinaya. Saat ditemui wartawan pada, Kamis, 11 Juni 2020, ia mengatakan
bahwa data kepala keluarga penerima bantuan DTKS dan non DTKS harus diumumkan
secara transparan di setiap kantor kelurahan dan kecamatan.
Sesuai Instruksi Menko PMK
Menurut
Ali Taufan Vinaya, ia tidak sekedar bicara. Ia menyatakan hal ini sudah sesuai
dengan instruksi dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan, yaitu Bapak Muhadjir Effendy.
Ali,
yang juga aktivis 98 dan juga anggota Forkot, mengungkapkan keingintahuan
masyarakat sangat wajar, mengingat mereka juga berhak atas bantuan dengan
jumlah wajar. Kenyataan di lapangan juga banyak berbeda, dimana banyak warga
yang berhak mendapat bantuan ternyata tidak mendapat apa-apa.
Keluarga
penerima bantuan sesuai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau yang non DTKS
sebanyak 76.144 kepala keluarga. Jumlah tersebut tentu terdiri dari nama-nama
kepala keluarga yang harus diumumkan secara resmi oleh kelurahan dan kecamatan
di Kabupaten Bogor.
Kurangi Konflik dan Hindari Penyimpangan
Ali
melanjutkan bahwa transparansi dalam pemberian bantuan dari pemerintah dapat
mengurangi konflik, sekaligus menghindari penyimpangan.
Dugaan
adanya penyimpangan muncul sejak adanya kasus pemalsuan dokumen kependudukan di
Desa Karihkil Ciseeng. Saat itu, ada warga yang tidak mendapatkan Bantuan
Langsung Tunai, dimana ia sudah menyiapkan dokumen lengkap seperti KTP dan KK.
Namun,
saat ia sudah berada di loket, ia tidak mendapat bantuan tunai tersebut, dimana
petugas mengatakan bahwa dokumen dengan NIK sama sudah mendapatkan bantuan
tunai tersebut. Sontak hal tersebut menimbulkan kecurigaan adanya pemalsuan
dokumen. Tentu, yang dapat memalsukan dokumen tersebut adalah oknum aparat desa
yang bersangkutan.
Menurut
Ali, pemalsuan dokumen bukan satu-satunya bentuk kecurangan dalam pemberian
BLT. Kasus pemotongan bantuan langsung
tunai dan juga pengurangan kuota bantuan pangan non tunai juga terjadi, yakni
di Kecamatan Leuwiliang.
Pengurangan
jumlah bantuan langsung tunai dari presiden, maupun bantuan non tunai ini
sangat merugikan warga. Banyak warga yang tidak tercatat dalam data keluarga
penerima manfaat, sehingga mereka tidak mendapat bantuan.
Padahal,
kondisi perekonomian mereka juga sangat memprihatinkan. Bansos atau BLT dari
pemerintah pusat telah banyak diintervensi oleh kepala desa dan unit terkecil
di bawahnya, sehingga pembagian tidak merata, sekaligus tidak adil.
Ade Yasin Sepakat Transparansi Data Penerima Bantuan
Hal
serupa diamini oleh Ade Yasin. Bupati Bogor ini mengatakan bahwa ia sudah
mengerahkan semua kepala desa dan camat di seluruh kabupaten Bogor, untuk
segera memberikan pengumuman secara detail tentang penerima bantuan langsung,
baik BLT maupun bantuan sembako.
Dukungannya
atas transparansi penerima bantuan ini dapat menghapus segala bentuk kecurigaan
yang berujung pada konflik yang meluas. Lebih lanjut, Ade juga ingin data
lengkap tentang anggaran khusus penanganan Covid-19 yang diberikan kepada
setiap kecamatan.
Data
ini juga sangat penting, karena hal ini sangat berpengaruh dengan proses
penanganan pasien positif Covid-19 dan juga upaya pencegahannya seperti rapid
test dan juga ketersediaan alat pelindung diri.
Editor: Shara Nurrahmi
0 Komentar