Berapa harga seragam sekolah? Jika itu di SDN Sukadamai 3, sekolah akan menjawab Rp3,6 juta untuk empat setel lengkap dengan atribut. Mulai seragam OSIS, olahraga hingga batik. Namun, jika pertanyaan serupa dilontarkan kepada pedagang Pasar Bogor atau Pasar Kebon Kembang, mereka hanya menghargai Rp150 ribu–Rp 200 ribu per setel. Itu untuk kualitas bagus.
Untuk selisih harga yang sangat jauh itu, para wali murid baru di SDN Sukadamai 3 tidak punya pilihan lain. Bahkan bagi wali murid yang tidak membayar siap-siap anaknya bakal frustasi Seperti yang dialami anak EA (36), salah satu siswa kelas 1 di SDN Sukadamai 3.
Lantaran enggan membayar Rp3,6 juta, anaknya tidak mendapat seragam olahraga. Hal itu membuat anaknya minder dengan teman-teman sekelasnya. “Anak saya minder di situ, dia sempat tidak mau sekolah gara-gara melihat yang lain pada dapat baju olahraga, tapi dia tidak,” ujarnya kepada Radar Bogor, kemarin.
Dia terpaksa harus mendatangi komite sekolah untuk berdiskusi. Setelah berdiskusi cukup lama, akhirnya ia diperbolehkan untuk hanya membayar baju olahraga dan baju batik saja sebesar Rp385 ribu.
Penolakan EA untuk membayar uang sebesar itu, cukup beralasan. Pasalnya, pihak sekolah juga membebani para orang tua siswa baru untuk membangun dua kelas untuk para siswa sebesar Rp520 juta. Sebab, ada beberapa anak yang terpaksa belajar di ruangan laboratorium akibat jumlah siswa yang diterima tidak seimbang dengan siswa yang masuk,
Namun, belum sempat disepakati permintaan itu akhirnya ditolak oleh sebagian besar orangtua murid. Karena, mereka menganggap pembangunan sekolah negeri sepenuhnya dibebankan kepada pemerintah. “Alasannya waktu itu, pemerintah lebih fokus untuk membangun sekolah-sekolah yang memang sudah tidak layak,” jelasnya.
Protes orang tua sambung dia, karena yang dimintai untuk membangun ruang kelas hanya orangtua murid kelas 1. Meski nominal iurannya tidak ditentukan, tapi menurutnya banyak orantua yang tidak peduli untuk membayar kebutuhan tersebut.
Nah, selain urunan membangun ruang kelas, setiap peserta didik baru dimintai uang sebesar Rp3,6 juta tadi, untuk uang seragam dan lain-lain. Angka tersebut disebutkan saat perkenalan orangtua dengan walikelas, kepala sekolah, serta ketua komite.
Meski orang tua murid sudah meminta rincian dari biaya sebesar Rp3,6 juta, tapi hal tersebut rupanya tidak digubris oleh komite mupun pihak SDN Sukadamai 3. Yang pasti, biaya tersebut sudah mencakup baju olahraga dan batik.
Pungutan sekolah tidak hanya sampai disitu saja, rupanya masih ada iuran yang wajib dibayar oleh orang tua murid dengan dalih sumbangan sekolah. Setiap bulannya setiap orangtua murid diminta membayar minimal Rp150 ribu. Meski sudah berlaku sejak beberapa tahun lalu, tapi rupanya pemberlakukan iuran tersebut tidak disosialisasikan terlebih dahulu kepada wali murid yang baru masuk. “Saat pertemuan dengan komite tidak ada pembahasan Rp150 ribu. Kita baru tahu ketika mulai pembelajaran, jadi belum ada kesepakatan juga dari kita orangtua murid yang baru,” ujarnya.
Sumber Radar Bogor yang juga merupakan Wali Murid Siswa Kelas 4 di SDN Sukadamai 3, membeberkan bahwa tahun-tahun sebelumnya disosialisasikan terlebih dahulu kepada orangtua murid mengenai sumbangan sekolah sebesar Rp150 ribu. “Iuran Rp150 ribu ini telah berlaku semenjak anak saya sudah masuk sekolah kira-kira tahun 2013. Tapi saya masih membayar pada saat itu karena intruksi yang disampaikan jelas. Hanya saat ini saja saya tidak mau membayar sekalipun karena perintahnya tidak jelas,” ungkapnya.
Perincian yang kini dirasanya tidak jelas juga membuatnya geram. Komite sekolah, maupun sekolah dianggapnya tidak transparan dalam mengelola keuangan yang masuk dari orang tua murid. Padahal, ia harus mengeluarkan uang untuk membeli buku paket sebesar Rp450 ribu yang bisa digunakan untuk satu tahun.
Kegeramannya itu membuat ia melapor sana sini mengenai dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh komite sekolah maupun pihak SDN Sukadamai 3. Dugaan tersebut sudah dilaporkannya kepada, Polresta Bogor Kota, DPRD Kota Bogor, serta Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor.
“Kalau dulu itu sebelum memungut sumbangan dari orangtua murid ada rencana keuangan sekolah (RKS). Terus disosialisasikan kepada orangtua murid mengenai biaya yang didapat dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) berapa besarnya dan mengalami kekurangan dana sebesar berapa. Itu sekitar satu tahun dan dua tahun yang lalu,” paparnya.
Ia juga mengungkap masalah biaya perpindahan siswa. Hasil diskusinya dengan orangtua murid pindahan ke SDN Sukadamai 3, sempat dimintai sejumlah dana yang cukup besar untuk anaknya bisa bersekolah di situ. Besarannya mencapai angka Rp5 juta.
Sejatinya, aturan tentang sumbangan dan bantuan pendidikan sudah diatur dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Dalam aturan itu jelas mengatur batas-batas penggalangan dana yang boleh dilakukan Komite Sekolah.
“Penggalangan dana tersebut ditujukan untuk mendukung peningkatan mutu layanan pendidikan di sekolah dengan azas gotong royong,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Sesditjen Dikdasmen) Thamrin Kasman
Dalam Permendikbud tersebut, komite sekolah diperbolehkan melakukan penggalangan dana berupa sumbangan pendidikan, bantuan pendidikan, dan bukan pungutan. Di Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 pasal 10 ayat (1) dijelaskan bahwa komite sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan.
Kemudian pada pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.
“ Sementara yang dimaksud dengan bantuan pendidikan disinia adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya, dengan syarat yang disepakati para pihak,” tandasnya.
(radar bogor/rp1/d)
0 Komentar