Langkah Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) Rakhmawati dinilai berpotensi pelanggaran pidana. Pasalnya, mengeluarkan surat pengunduran diri (paklaring) kepada seluruh pegawai PDJT secara sepihak bukan suatu hal yang dibenarkan.
Anggota Komisi B DPRD Kota Bogor Mardinus Haji Tulis mengatakan surat pengunduran diri seyogyanya dibuat atas dasar keinginan pegawai PDJT sendiri.
“Kalau tidak ada permohonan dari yang bersangkutan tiba-tiba keluar surat keterangan diatas. Ya itu nama pelanggaran dan keterangan palsu. Sanksi pidana,” ujarnya kepada Radar Bogor(Pojoksatu.id Group), Minggu (13/08/2017).
Namun, dia menganggap langkah tersebut merupakan sesuatu yang mustahil dilakuan oleh Rakhmawati. Hingga kini, Mardinus juga belum menerima keterangan secara langsung dari pegawai PDJT maupun Rakhmawati.
“Saya kira Plt tak mungkin gegabah atas surat keterangan kerja itu. Tidak mungkin PDJT secara sepihak mengeluarkan karena itu pelanggaran, bisa jadi ada permintaan dari karyawan? Itu yang belum saya tahu karena belum ketemu dengan karyawan,” terangnya.
Mardinus juga menyangsikan soal kesanggupan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk membayar tujuh bulan jagi seluruh pegawai PDJT yang tertunda. Pasalnya, PDJT sudah bangkrut, tidak ada pos anggaran yang bisa digunakan untuk membayar gaji sebanyak 148 pegawai PDJT.
“Dari Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) via Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) tidak mungkin. Karena harus ada kajian investasinya dan harus ada Perdanya,” kata Mardinus.
Selama ini PDJT kata dia, sudah menerima PMP sekitar Rp35 miliar. Tapi, dana yang seharusnya digunakan untuk investasi kenyataannya digunakan untuk biaya operasional PDJT. Penyebabnya, pemasukan yang didapat dari penjualan karcis bus Transpakuan jauh dari harapan. Pihaknya menyimpulkan, sejak berdirinya perusahaan pengelola bus Transpakuan itu, hingga kini tidak pernah untung.
Belum lagi, jumlah karyawan sebanyak 148 dinilai terlalu gemuk untuk jumlah koridor dan kendaraan Transpakuan yang minim. “Kalau tetap dipaksakan PDJT berjalan jelas akan terus merugi. Hanya tergantung pada PMP dari APBD yang seharusnya untuk investasi sebagaimana amanat perda dengan landasan kajian investasi,” tandasnya.
Ketika dikonfirmasi, Plt Direktur PDJT Rakhmawati tidak mau berkomentar banyak. Ia mengaku telah menugaskan Tri Handoyo sebagai jubir PDJT. “Itu pernyataan pak Tri, saya ga akan koment dan dia sudah saya suruh jadi jubir PDJT buat jelaskan ke media,” katanya.
Sebelumnya, Puluhan pegawai PDJT ramai-ramai mengontrog gedung Balaikota, Kamis (10/8). Selain mempertanyakan nasib gaji yang hingga kini belum dibayarkan perusahaan, mereka juga mempertanyakan maksud paklaring (surat pengunduran diri) yang diberikan kepada seluruh pegawai PDJT.
Surat yang dikeluarkan tanggal 24 Juli lalu itu menegaskan bahwa pemiliknya pernah berkerja di PDJT. Padahal, Kabag Satuan Pengawas Internal (SPI) PDJT Trihandoyo merasa belum ada pemutusan hubungan kerja. Menurutnya, dari sebanyak 148 pegawai PDJT belum ada satu pun yang diberi kejelasan soal statusnya di PDJT.
“Dengan adanya plt kita harap ada kemajuan. Ternyata tidak ada informasi apa-apa, tiba-tiba bu Direktur menyiapkan paklaring yang isinya kami mengundurkan diri,” keluhnya.
(radar bogor/rp1/c)
0 Komentar