Dinas Lingkungan Hidup (DLH), mengkaji tingkat pencemaran udara di Kabupaten Bogor. Kawasan Cibinong raya, menjadi tolak ukur tingkat polusi di Kabupaten Bogor.
Bahkan, Seperti yang dilakukan UPT Laboratorium Lingkungan pada DLH yang sudah sepekan terakhir ini melakukan uji petik terkait dengan pemeriksaan polusi.
Kepala UPT Laboratorium Lingkungan pada DLH, Desi Setiawati menjelaskan, tingkat pencemaran udara hingga kebisingan di Pusat Kawasan Cibinong Raya menjadi dasar untuk menentukan seberapa kronis polusi yang ada di Bumi Tegar Beriman.
Menurutnya, terdapat 24 titik yang dijadikan sample polusi udara dan tingkat kebisingan di Kabupaten Bogor. “Biasanya kita lakukan pemeriksaan kualitas udara mulai di Kecamatan Cileungsi, Klapanunggal hingga Cibinong Raya (Cibinong, Babakanmadang, Bojonggede, Tajurhalang, Sukaraja, Citeureup),” ujar Desi kepada Radar Bogor (Pojoksatu.id Group), Minggu (21/05/2017).
Lanjut ia menambahkan, pengujian yang dilakukan berdasarkan karakteristik seperti di wilayah yang terdapat banyak kawasan pemukinan warga, pasar, industri, hingga padatnya transportasi.
“Kebisingan juga kita jadikan tolak ukur, biasanya setahun dua kali diambil sampelnya dan ini merupakan pemeriksaan sample dari semster pertama,” ujar dia.
Saat ini fenomena yang terjadi seperti perubahan cuaca dan panas ekstrim yang terjadi di Kabupaten Bogor lebih diakibatkan adanya perubahan iklim global. Padahal, Bogor selama ini terkenal dengan terkenal sejuk udaranya.
“Ada pemanasan global tentunya dan kita tidak bisa persektor penilaianya, karena itu global, apa yang terjadi di belahan dunia mana dipastikan ada efeknya di kita,” ujar dia.
Menurutnya emisi dari kendaraan bermotor menjadi penyumbang terbesar dalam pencemaran udara. “Jika mengatkaan pengaruh dari saya kira tidak begitu berpengaruh karena di kawasan pemukikan tidak ada kegiatan yang terindikasi polusi, sedangkan untuk beberapa industri kini sudah terdapat pengolahan sendiri. Tetapi kendaraan bermotor penyumbang kebisingan dan debu,” ujarnya.
Untuk 2017 ini, kata Desi, pengambilan sampel telah memasuki hari ke tujuh. Namun, dia belum bisa memastikan tingkat polusi udara maupun kebisingan di Kabupaten Bogor. Menurutnya, memerlukan analisa dan pengkajian sebelum diserahkan hasilnya kepada DLH.
Berdasarkan data DLH Kabupaten Bogor mencatat partikel debu di beberapa wilayah sudah melebihi ambang batas sesuai peraturan pemerintah nomor 41 Tahun 1999, tentang pengendalian pencemaran udara dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 02 tahun 1998.
“Berdasarkan analisa data hasil pengujian kualitas udara 2016, partikel debu di atas ambang batas baku mutu. Kecamatan yang parah yakni Citeureup, Gunungputri, Kemang, Klapanunggal, Bojonggede dan terakhir Parungpanjang,” ujar Kepala Seksi Pengendalian dan Pencemaran DLH Kabupaten Bogor, Sugeng Suwandi.
Pengambilan titik sampel yang dilakukan DLH tersebut tidak di satu tempat saja. Semisal berdasarkan analisa data disebutkan di Kecamatan Citeureup, titik pengambilannya di dua titik yakni kawasan kawasan berikat CCIE Citeureup dan Pasar Citeureup. Dari kedua titik tersebut menunjukan angka 376.38 µg/m3 untuk kawasan berikat, dan 396.35 µg/m3 untuk di titik pasar.
Angka itu jauh di atas ambang batas baku utu yang dibenarkan. “Untuk partikel debu ini ambang batasnya hanya 230 hingga 260 µg/m3,” papar Sugeng.
Angka yang lebih tinggi lagi berada di kawasan Kecamatan Klapanunggal dan Kecamatan Parungpanjang yang mencapai 961.44 µg/m3 di titik jembatan batas Banten.
Menurutnya kemungkinan pada saat dilakukan pengujian kondisinya tidak sedang musim hujan, tanah kering dan banyak kendaraan melintas.
Sedangkan, untuk parameter yang tidak memenuhi BML di semua lokasi sampling merupakan pulusi kebisingan. Hal tersebut bersumber dari volume kendaraan yang ramai, kondisi kurang berangin dan aktivitas masyarakat sekitar sedang ramai.
“Untuk di kawasan briket CCIE Citeureup itu bersumber dari banyaknya kendaraan pabrik yang lewat. Sedangkan untuk di depan Pasar Citereup bersumber dari volume kendaraan yang ramai dan banyak angkutan umum yang sedang menunggu penumpang dalam keadaan kondisi mesin menyala,” ujarnya.
Pada umumnya, dari 12 kecamatan yang diuji kebisingan, lebih disebabkan banyaknya aktivitas kendaraan baik umum, pribadi atau kendaraan pabrik. Sedangkan untuk di Parungpanjang bersumber dari perbaikan jalan (betonisasi) sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas dan menghasilkan debu yang tinggi.
(radar bogor/ded)
Data Wilayah Kualitas Udara Bogor Hasil Pengujuan tahun 2016
Partikel Debu (TSP)
Kecamatan Citeureup
Titik Pengujian
Kawasan CCIE Citeureup 376.38 µg/m3
Pasar Citeureup 396.35 µg/m3
Kecamatan Gunungputri
Titik Pengujian
Pertigaan Mercedes Benz 319.28 µg/m3
Kecamatan Kemang
Titik Pengujian
Pertigaan Salabenda 332.05 µg/m3
Kecamatan Klapanunggal
Titik Pengujian
Depan Holcim 731.03 µg/m3
Kecamatan Bojonggede
Titik Pengujian
Perbatasan Citayam Bojonggede 376.64 µg/m3
Kecamatan Parung Panjang
Titik Pengujian
Jembatan Batas Banten 961.44 µg/m3
Kebisingan
12 wilayah kecamatan di Kabupaten Bogor melebihi ambang batas baku mutu saat dilakukan pengujian oleh DLH, tertinggi berada di Kecamatan Sukaraja di titik pengambilan Ruko Duaraja 78.52 dBA sedangkan titik terendah kebisingan berada di wilayah Kecamatan Citereup di titik pengambilan sampel di Kawasan CCIE Citereup sebesar 62.09 dBA, meskipun pada umumnya melebihi baku mutu berdasarkan SK Gubernur Jawabarat nomor 660.31/SK/694-BKPMD/82 dengan batas maksimal tidak melebihi dari 60 dBA serta Kep-MenLH nomor 48 1996 dengan ambang batas tidak lebih dari 70 dBA.
Titik sampel pengujian
(Kecamatan Ciawi, Cibinong, Babakamadang, Citeureup, Gunungputri, Kemang, Klapanunggal, Cileungsi, Sukaraja, Bojonggede, Tajurhalang dan Parungpanjang)
Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor
0 Komentar