Namanya Sri Aminah, dialek khas jawa masih kental terdengar saat berbincang dengannya. Usianya tak lagi muda, keriput di usia senja tentu menyerang tubuhnya.
Dibalik rambutnya yang sudah memutih, juga tubuh mungilnya siapa sangka Sri Aminah di masa mudanya adalah Polisi Wanita (Polwan). Menjadi istimewa sebab Sri Aminah merupakan Polwan pertama yang dilantik di era Presiden Soekarno.
Ditemui di kediamannya, Komplek Brimob Kedung Halang, Sri Aminah menyambut wartawan koran ini dengan sapaannya yang begitu hangat. Ia tak sungkan berbagi kisah mengawali perjalanannya dilantik menjadi Polwan pertama.
Sepeninggal sang suami yang pindah ke Pekalongan, tahun 1962 Sri Aminah “lari” ke Kota Bogor dari Magelang dengan membawa ketiga anaknya.
Sang kakak yang kala itu bekerja di PLN Kota Bogor menjadi alasan Sri Aminah pindah ke kota ini.
Di Magelang, Sri Aminah sedianya hanyalah lulusan SD yang kemudian meneruskan pendidikan ke SMP namun tak lulus, lalu memilih masuk pendidikan menjadi juru rawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Kramat Magelang namun tak lulus juga.
“Pindah kesini (Bogor;red) ditawarin sama tetangga kakak menjadi juru rawat di Poliklinik Brimob yang memang sedang membutuhkan tenaga kerja. Di Poliklinik Brimob, saya menjadi pembantu bidan,” kata Sri Aminah.
Diangkat menjadi pembantu bidan tahun 1962, kemudian menempuh pendidikan Polwan di Mega Mendung, lantas tiga tahun kemudian, tepatnya tahun 1965, Sri Aminah pun dilantik dengan pangkat Bripda, namun saat era Soeharto diganti menjadi Bharatu dan pensiun dengan pangkat terakhir Kopral 1.
“Saat berpangkat Bharatu pun dinasnya di kesehatan, jadi pembantu bidan. Kalau apel pagi menggunakan baju Polwan, tapi dinasnya pakai baju putih-putih,” ungkap Sri Aminah yang memiliki tiga cucu ini.
Sri Aminah pun lantas pensiun di Tahun 1985 dan kini masih meninggali rumah yang sedari awal ia pindah ke Kota Bogor, tempat ketiga anaknya besar dan tumbuh. Ia kini, tinggal bersama anak keduanya, Tinuk Maryati namanya.
Sedangkan kedua anaknya yang lain, Daryanto yang berprofesi sebagai guru telah pergi menghadap Ilahi, begitu pun dengan anak bungsunya, Setio Daryono, pria berusia 22 tahun yang gugur di Kalimantan saat menunaikan tugasnya sebagai Brimob.
“Alhamdulillah sekarang masih dapat uang pensiunan, gaji. Dari yang hanya Rp30.000/bulan sekarang Rp1.500.000,” kata Sri Aminah.
Wanita kelahiran 5 Juni, 80 tahun yang lalu ini mengisahkan saat masih menjadi pembantu bidan di Poliklinik Brimob, honor yang diterimanya tidaklah seberapa. Malah di setiap kali datang selalu langsung habis untuk bayar tunggakan di kantin Poliklinik Brimob.
“Honornya saat itu kurang dari Rp100.000, setiap bulan dapat jatah beras. Tapi kalau berasnya bagus dijual kembali, uangnya untuk bayar biaya sekolah anak,” kata Sri yang praktis sejak kedatangannya ke Kota Bogor menghidupi sendiri ketiga anaknya.
Untuk menambah penghasilannya, anak dari Sukarmin dan Supingah ini pun kerap menerima pekerjaan memandikan bayi dengan bayaran Rp500 hingga Rp3.000. Di Usianya kini, Sri mengaku hanya ingin menikmati waktu bersama anak juga cucu-cucunya.
“Kalau habis subuh juga ashar rutin senam manula. Sama paling rajin nyapu jalan, karena kata orang tua dulu kalau rajin nyapu jalan, umurnya akan panjang seperti jalan,” tandasnya.
(radar bogor/wil)